31 March 2013

cara bungkarno membangkitkan semangat

anyak kalangan yang mengusulkan perlunya membangkitkan nasionalisme. Berbagai seminar, diskusi, penelitian, dan kegiatan dibuat untuk tujuan itu. Akan tetapi, seperti kita ketahui, sebagian besar proyek itu mengalami kegagalan.
Dahulu, di jaman pergerakan anti-kolonialisme, proses pembangkitan nasionalisme berhasil dilakukan. Maklum, pada jaman itu, rakyat kita berhadapan dengan musuh yang jelas dan penindasan yang juga sangat terang.
Namun, bukankah sekarang problem penjajahan juga terang. Para pengamat, juga politisi dan aktivis, ramai-ramai berbicara tentang penjajahan gaya baru. Bahkan mantan Presiden RI, BJ Habibie, pernah menyinggung istilah VOC berbaju baru. Ya, baju baru kolonialisme sekarang adalah Neoliberalisme.

Bung Karno, salah seorang motor pergerakan nasional jaman itu, ternyata punya rumus bagaimana membangkitkan nasionalisme itu. Sebab, tidak seperti di pikirkan banyak orang, membangkitkan nasionalisme jaman itu juga bukan perkara gampang; ini membangkitkan nasionalisme rakyat yang ratusan tahun tertidur.
Bung Karno pun mengajukan tiga rumus:
Pertama, menunjukkan kepada rakyat tentang masa lampau yang gemilang.
Kolonialisme membuat rakyat kita patah harapan. Tidak sedikit yang menganggap penjajahan sebagai sesuatu yang sudah hukum alam. Bahkan tidak sedikit pula yang percaya kolonialisme sebagai proyek memberadabkan nusantara.
Karena itu, guna membangkitkan nasionalisme rakyat, Bung Karno berbicara tentang masa lampau yang gemilang. Ia berbicara tentang masa keemasan kerajaan-kerajaan nusantara, seperti Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit.
Bung Karno berbicara tentang masa kejayaan nusantara yang diakui oleh bangsa-bangsa lain, seperti Tiongkok, Persia, dan Madagaskar. Namun, tidak sedikit yang mencibir sikap Bung Karno ini.
Banyak yang menuding Bung Karno hendak menghidupkan jaman feudal. Tan Malaka, misalnya, menganggap pengingatan tentang masa lampau yang gemilang sebagai tindakan kolot dan sudah berkarat.
Namun, di mata Bung Karno, pembangkitan masa lampau itu bukanlah menghidupkan jaman feudal, melainkan menunjukkan bahwa nusantara punya potensi berkembang menjadi bangsa modern. Hanya saja, proses itu diganggu dan dihentikan oleh kolonialisme, sehingga perkembangan positif itu terhenti.
Kedua, menyadarkan rakyat tentang keadaan sekarang ini (penjajahan) sebagai jaman kegelapan.
Dalam urusan bongkar-membongkar kejahatan kolonialisme, mungkin Bung Karno adalah salah seorang ahlinya. Ia banyak sekali menulis karya-karya yang mengupas imperialisme dan kejahatan-kejahatannya.
Di dalam tulisan-tulisan itu, Bung Karno menyertakan data-data untuk menyakinkan orang tentang realitas penindasan itu. Ia menulis, misalnya, berapa kekayaan alam Indonesia yang diangkut oleh kolonialis.
Bung Karno mengatakan: kesengsaraan itu bukan omong kosong atau hasutan kaum penghasut. Kesengsaraan itu adalah suatu kenyataan atau realitet yang gampang dibuktikan dengan angka-angka.
Bung Karno juga sangat pandai menggali istilah yang tepat untuk menggambarkan penderitan rakyat Indonesia. Salah satunya Bung Karno mengatakan: rakyat Indonesia hidup segobang sehari (2,5 sen).
Ketiga, memperlihatkan masa depan yang berseri-seri dan gemilang.
Nah, di sini ada sedikit masalah, sebab tidak ada orang yang bisa memastikan keadaan masa depan. Paling-paling, kata Bung Karno, orang hanya bisa memberikan gambaran-gambaran saja.
Kaum marxist pun, kata Bung Karno, akan kesulitan menggambarkan masyarakat sosialis secara seksama. Paling-paling, kata Bung Karno, orang marxist menggambarkan kecenderungan-kecenderungan masyarakat sosialis saja.
Karenanya, yang paling bisa dilakukan cuma menebarkan janji-janji: kemakmuran, keadilan sosial, demokrasi, kemajuan seni dan budaya, dan lain-lain. Namun, proses merealisasikan janji-janji itu memerlukan perjuangan.
Nah, rumus Bung Karno membangkitkan nasionalisme itu bisa diringkas sebagai berikut: rakyat Indonesia yang dahulu begitu bersinar-sinar dan tinggi kebesarannya, meskipun sekarang sudah hampir menjadi bangkai, rakyat Indonesia itu pasti cukup kekuatan dan cukup kebisaan mendirikan gedung kebesaran pula kelak di kemudian hari, pasti bisa menaiki lagi ketinggian tingkat derajatnya yang sediakala, ya, melebihi lagi tingkat ketinggian itu!
Bung Karno menunjukkan bahwa masa depan bangsa Indonesia adalah tata masyarakat adil dan makmur, yaitu sosialisme Indonesia. Akan tetapi, sebelum menuju ke sana, terlebih dahulu harus dihilangkan penghalang-penghalangnya: stelsel (sistem) yang menghisap kaum marhaen, yakni kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme. Pendek kata, nasionalisme ala Bung Karno, yang sering disebut sosio-nasionalisme, bercita-cita menjadikan sosialisme Indonesia sebagai terminus ad quem (titik yang dituju).
Dengan demikian, proyek nasionalisme Indonesia adalah proyek jangka panjang yang disertai perjuangan. Itulah yang membedakannya dengan proyek nasionalis sekarang: sebuah proyek jangka pendek, yakni sekedar merek dagang politik untuk pesta demokrasi lima tahunan.
(Sumber: IRA KUSUMAH, Berdikari Online)

KATA-KATA MUTIARA SOEKARNO (Tentang Nasionalisme)






i
8 Votes
Quantcast

• Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi“perkakasnya Tuhan”, dan membuat kita menjadi “hidup di dalamrokh”. [Suluh Indonesia Muda, 1928]

• Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan se-mata-matacopie atas tiruan dari Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasacinta akan manusia dan kemanusiaan. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 5]

• Nasionalisme Eropa ialah satu Nasionalisme yang bersifat serangmenyerang, satu Nasionalisme yang mengejar keperluan Beograd, satuNasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, Nasionalismesemacam itu pastilah salah, pastilah binasa. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 6]

• Bangsa yang terdiri dari kaum buruh belaka dan menjadi buruh antarabangsa-bangsa. Tuan-tuan Hakim-itu bukan nyaman… Tidaklahkarenanya wajib tiap-tiap nasionalls mencegah keadaan itu denganseberat-beratnya ? [Indonesia menggugat, hlm. 58]

• Bangsa atau rakyat adalah satu jiwa. Jangan kita kira seperti kursikursiyang dijajarkan. Nah, oleh karena bangsa atau rakyat adalah satujiwa, maka kita pada waktu memikirkan dasar statis atau dasar dinamisbagi bangsa, tidak boleh mencari hal-hal di luar jiwa rakyat ituBeograd. [Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 37]

• Entah bagaimana tercapainya “persatuan” itu, entah bagaimanarupanya “persatuan” itu, akan tetapi kapal yang membawa kita keIndonesia – Merdeka itu, ialah ….”Kapal Persatuan” adanya. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 2]

• Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsamempunyai cara berjuang Beograd, mempunyai karakteristik Beograd.Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyaikepribadian Beograd. [Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 7 ]

• Kita bangsa yang cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kemerdekaan! [Pidato HUT Proklamasi, 1946 ]

• Bangsa adalah segerombolan manusia yang keras ia punya keinginanbersatu dan mempunyai persamaan watak yang berdiam di atas satugeopolitik yang nyata satu persatuan. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 58]

• Kita dari Republik Indonesia dengan tegas menolak chauvinisme itu.Maka itu di samping sila kebangsaan dengan lekas-lekas kita taruhkansila perikemanusiaan. [Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 64]

• Janganlah kita lupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasaldari rakyat dan bukan berada di atas rakyat. [Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm. 69]

• Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasapahlawannya. [Pidato Hari Pahlawan 10 Nop. 1961]

• Di dalam arti inilah maka pengorbanan kawan Tjipto itu harus kitaartikan: Tiada pengorbanan yang sia-sia. Tiada pengorbanan yang takberfaedah. “No sacrifice is wasted”. [Suluh Indonesia Muda, 1928]

• Tidak seorang yang menghitung-hitung : “Berapa untung yang kudapatnanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untukmempertahankannya.” [Pidato HUT Proklamasi, 1956]

• Oleh karena itu, maka Marhaen tidak sahaja harus mengikhtiarkanIndonesia Merdeka, tidak sahaja harus mengikhtiarkan kemerdekaannasional, tetapi juga harus menjaga yang di dalam kemerdekaannasional itu harus Marhaen yang memegang kekuasaan.[Mencapai Indonesia Merdeka, 1933]